emm.rumant

Cina Benteng


Selain strategis, Kota Tangerang juga diketahui sebagai sebuah kota tempat produksi gula, yang membuatnya menarik untuk diambil alih Kerajaan Banten. Maka pada sekitar abad ke-17, penjajah-penjajah Belanda mendirikan benteng-benteng di Tangerang untuk mengantisipasi serangan. Meski sekarang sudah dihancurkan, benteng-benteng yang dulunya dijaga oleh orang Makassar ini lalu menjadi bagian dari identitas Kota Tangerang, atau "Kota Benteng", yang merupakan sebuah tempat yang bersejarah bagi peradaban Tianghoa di Indonesia.

Pelayar Cheng Ho, atau juga dikenal dengan sebutan Muhammad He, diketahui telah mengunjungi Indonesia 6 kali di antara 7 pelayarannya, dan pada tahun 1407 dengan 300 kapalnya berlabuh di Kota Tangerang untuk menyebarkan ajaran Islam. Di antara 30.000 orang-orang yang dibawanya, sebagian diyakini memilih untuk menetap di sepanjang sungai Cisadane, di mana mereka membuka ladang-ladang pertanian, menikah dengan orang-orang setempat, dan memulai sebuah peradaban akulturasi Tianghoa-Indonesia. Keturunan-keturunan mereka biasa disebut para Cina Benteng, atau singkatannya, Ciben. Tradisi mereka antara lain adalah perlombaan-perlombaan mendayung perahu naga menyusuri sungai Cisadane yang didokumentasikan pada sebuah lukisan yang dipajang di Museum Benteng dan perayaan Arak Tepekong setiap 12 tahun sekali pada tahun naga. Selain itu, mereka juga mendirikan sebuah masjid yang tampak terpengaruh gaya arsitektur dari Tiongkok, membangung kelenteng-kelenteng, dan mempengaruhi batik Tangerang.

Pada tahun 1873, 81 orang mengumpulkan uang untuk membangun Kota Tangerang, antara lain lewat pembuatan jalan-jalan. Peristiwa ini dicatat dalam aksara Mandarin pada sebuah prasasti yang selang waktu akan dibuang ke sungai sebelum diselamatkan. Seorang warga mengambilnya dan menyimpannya, menduga bahwa batu yang berbentuk seperti nisan tersebut penting; namun dia tidak bisa mengetahui secara pasti karena tidak mampu mengartikan simbol-simbol huruf yang diukir di batu tersebut. Akhirnya prasasti tersebut disumbangkan ke Museum Benteng, tempatnya dipajang sebagai salah satu dokumentasi dari sejarah perkembangan Kota Tangerang.